Beranda » Ibnu Taymiah Menolak Setiap Nash Keutamaan Ali ra » Edisi Terbaru Kebohongan Ibnu Taymiah!

Edisi Terbaru Kebohongan Ibnu Taymiah!

Ibnu Taymiah Menolak Ayat al Indzâr Turun untuk Imam Ali as.

Seperti telah disinggung, bahwa barometer benar-salah dalam pandangan Ibnu Taymiah adalah hawa nafsu, apapun yang cocok dengan hawa nafsunya ia akan katakan sahih berdasarkan kesepakatan para ulama dan ahli hadis, dan apapun yang tidak sesuai dengan hawa nafsunya, maka dengan tanpa tanggung jawab pasti ia katakan palsu bersadarkan kesepatapan para ulama hadis! Inilah kenyataannya, walaupun pahit rasanya didengar dan apalagi diakui oleh para penggemarnya!

Kalau Ibnu Taymiah berkepentingan demi membela klaim-klaim konyolnya, ia mengatakan bahwa si alim atau periwayat itu adalah jujur, teliti dan hati-hati dalam menyeleksi hadis. Jika hawa nafsunya mendektekan kepadanya kepentingan tertentu maka ia tidak segan-segan mengatakan bahwa si alim fulan itu ceroboh, pemungut kayu bakar di kegalapan, hâthibu lail (tidak mampu memilah dan memilih), atau bahkan menduhnya zindiq atau tidak wara’ dalam agama dan lain sebagainya!

Agar kita tidak berlarut-larut dalam mengatakannya, saya akan ajak Anda menyaksikan langsung adengan pengkhianatan Ibnu Taymiah terhadap makna kejujuran dan obyetifitas kajian. Sebelumnya telah Anda baca bagaimana ia memuji ketelitian Ibnu Jarir ath Thabari dan al Baghawi, yang ia katakan tidak seperti ats Tsa’labi atau al Wahidi yang tidak selektif sehingga mencampuradukan dalam buku mereka antara hadis sahih dan hadis dha’if, bahkan memasukkan hadis-hadis mauwdhû’at (palsu) dan tafsiran ahli bid’ah!!!

Ath Thabari dan al Baghawi  Meriwayatkan Hadis ad Dâr Yauma al Indzâr

Hadis ad Dâr Yauma al Indzâr adalah hadis yang mengisahkan sebab turunnya ayat al Indzâr. Allah SWT berfirman:

وَاَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ اْلاَقْرَبِيْنَ

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (QS.26;214)

Ketika ayat di atas turun, Nabi saw. mengumpulkan keluarga beliau di rumah Abu Thalib, paman beliau, dan menyampaikan dakwah Islam kepada mereka. Beliau berkata, “Wahai Bani Abdul Muthalib, sesungguhnya aku tidak mengetahui ada seorang Arab yang datang kepada kaumnya dengan membawa sesuatu yang lebih afdhal dari apa yang aku bawa. Aku datang membawa kebaikan dunia dan akhirat. Dan Allah telah memerintahku untuk mengajak kalian kepadanya. Maka siapakah di antara kalian yang sanggup untuk mendukungku atas perkaraku ini dengan jaminan ia menjadi saudaraku, pengemban wasiatku dan khalifahku di tengah-tengah kalian? Lalu semua terdiam kecuali Ali yang ketika itu orang termuda di antara hadirin, ia berkata, “Saya wahai Nabiyullah, siap menjadi pendukung Anda.” Dan Nabi memegang pundak Ali sambil berkata, “Sesungguhnya ia adalah saudaraku, washiku dan khalifahku di antara kalian, maka patuhi dan ta’ati ia.’ Kemudian mereka menertawakan beliau sambil berkata kepada Abu Thalib, “Ia (Muhammad) telah memerintah Anda untuk patuh dan ta’at kepada putra Anda sendiri.”

Sumber Kisah:

Kisah di atas telah diriwayatkan oleh banyak ulama Ahlusunnah dalam buku-buku mereka. Para mufassir menyebutnya ketika mereka sampai pada penafsiran ayat indzâr. Para sejarawan juga menyebutkannya ketika mereka menyebut masa peralihan  dari dakwah sirran (sacara rahasia) menuju masa dakwah terang-terangan.Ikhtishar kata, hadis di atas telah diriwayatkan dan diakui kesahihannya oleh banyak ulama, khususnya ath Thabari dan al Baghawi.[1] 

Ath Thabari tidak cukup meriwayatkannya dalam buku tafsir belaiu, tetapi juga dalam buku sejarah Tarikh al Umam wa al Mulûk beliau. [2] 

Ketika berhadapan dengan kenyataan ini, Ibnu Taymiah seakan kehilangan akal sehatnya (dan sepertinya ia sangat sering kehilangan akal sehatnya, itupun kalau punya!!), ia dengan tanpa peduli seakan tak pernah memuji kedua mufassir kondang dan kedua buku tafsir mereka yang sering ia banggakan itu… Ibnu Taymiah  mengatakan bahwa buku-buku itu juga sama saja dengan Tafsir ats Tsa’labi, juga banyak memuat hadis dha’if dan sahih!!Ketika Allamah al Hilli –seorang tokoh besar Syi’ah di masanya- menyebut hadis al Indzâr sebagai salah satu bukti Imamah Ali as. maka bangkitkan Ibnu Taymiah membantahnya dari berbagai sisi. Ibnu Taymiah berkata pada sisi pertama bantahannya:

َإِنَ هذا الحديثَ لَيْسَ في شَيْئٍ مِنْ كتُبِ الْمسلمينَ التي يَسْتَفِيْدونَ منها علمَ النقْلِ، لا في الْصِحاح ولا في المسانيد و السنَنِ و المغازِيْ والتفسيرِ التي يُذكَرُ فيها الإسناد الذي يُحْتَجُّ بِهِ، و إذا كان في بعضِ كتبِ التفسير التي يُنْقَلُ فيها الصحيْحُ و الضعيفُ مِثْلِ تفسير الثعلبي و الواحدِيْ و البغَوِي بَلْ و حَتَّى ابن جرير  ابن أبي حاتم، لَمْ يكنْ مُجَرَّدُ روايَةِ واحِدٍ مِنْ هؤلآء دليلاً على صحَتِهِ بِإتفاقِ أهْلِ العلمِ…

Sesunguhnya hadis ini tidak terdapat dalam satupun buku kaum Muslimin yang darinya diambil manfaat ilmu penukilan (hadis), tidak dalam buku-buku Shahih, tidak pula dalam buku-buku Musnad, Sunan, Maghâzi (sejarah) dan buku-buku tafsir yang menyebutkan sanad (jalur) yang dapat diadikan hujjah. Dan apabila hadis ini diriwayatkan dalam sebagian buku tafsir yang menukil hadis-hadis sahih dan dha’if, seperti tafsir ats Tsa’labi, Al Wahidi, al Baghawi, bahkan juga tafsir Ibnu jarir (ath Thabari) dan Ibnu Hatim, namun demikian sekedar diriwayatkannya sebuah hadis oleh mereka bukan bukti kesahihannya, seperti telah disepakati para ulama, ahli ilmu.

Luar biasa, obyektifitas  Sang “Syeikhul Islam” kita kali ini! Memang lidah tak bertulang, tetapi bukan berarti pengucapnya tidak akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. Bagaimana ia mengatakan demikian?  Coba perhatikan ucapannya “namun demikian sekedar diriwayatkannya sebuah hadis oleh mereka bukan bukti kesahihannya”, lalu bagaimana jika hadis itu ternyata diriwayatkan oleh kebanyakan mereka-seperti pada kasus kita sekarang ini- apakah ia bukti kesahihannya?!Apabila buku-buku seperti di atas yang ia sebutkan tidak dapat dimanfaatkan kaum Muslimin dalam ilmu penukilan, lalu buku apa dalam anggapan Ibnu Taymiah dapat dimanfaatkan?! Bukankah, Tafsir ath Thabari, misalnya, selalu menyebutkan sanad penukilannya, agar semua dapat menyaksikan langsung nama-nama periwayat dalam sanad itu dan kemudian melakukan penelitian bagi yang mampu!

Alangkah gegabah dan cerobohnya ucapan Ibnu Taymiah “Sesunguhnya hadis ini tidak terdapat dalam satupun buku kaum Muslimin yang darinya diambil manfaat ilmu penukilan (hadis), tiodak dalam buku-buku Shahih, tidak pula dalam buku-buku Musnad, Sunan, Maghâzi (sejarah) dan buku-buku tafsir yang menyebutkan sanad (jalur) yang dapat diadikan hujjah.”

Bukankah hadis ad Dâr ini telah diriwayatkan dalam buku-buku induk kaum Muslimin, baik buku sejarah, buku tafsir, buku hadis dan musnad?!

Dan untuk mempertegas anggapannya, ia mengatakan:

وَ هَذَا الحديثُ غايَتُهُ أَنْ يُوْجَدَ في كُتُبِ التفسيرِ التي فيها الغَثُّ و الثَمينُ، و فيها أحادِيْثُ كثيرةٌ مَوْضُوعَةٌ مكذوبَةٌ.ُ

Dan hadis ini, paling baik nasibnya ialah ia disebut dalam buku-buku tafsir yang memuat yang buruk dan baik, di dalamnya terdapat banyak hadis mauwdhû’ yang dipalsukan ….

Pada sisi kedua, ia memberikan sebuah metode praktis pembuktian kesahihan hadis, pertama, dengan menguraikan sanad yang dapat tegak sebagai hujjah, kedua, dengan pensahihan seorang pakar ilmu hadis yang kredebel yang dapat diandalkan dalam mensahihkan hadis!

Dan kedua cara ini akan saya tempuh sesuai dengan arahan sang Syeikhul Islam-nya kaum Wahabi!!

Ia kembali mempertegas tuduhan akan kepalsuan hadis tersebut, dan karenanya-katanya-, tidak seorangpun dari ulama andalan yang sudi meriwayatkannya!!

Ibnu Taymiah berkata:

إِنَّ هذا الحديثَ كِذْبٌ موضوعٌ،

  و لهذا لَمْ يَرْوِهِ أحَدٌ منهُمْ في الكتبِ التي يُرْجَعُ إليهِ في الْمنْقُولاتِ، لأَنَّ أدنى مَنْ لَهُ معرفَةٌ بالحديثِ يعْلَمُ أَنَّ هذا كذبٌ…

Hadis ini adalah kidzbun mawdhû’, kebohongan yang dipalsukan, oleh karena itu tidak seorangpun dari ulama meriwayatkan dalam buku-buku yang menjadi rujukan dalam hal manqûlât (data-data yang dinukil=hadis), sebab sedikit saja orang memiliki pengetahuan tentang hadis pasti mengetahui bahwa ia adalah kebohongan… “[3] 

Kemudian ia mulai mencacat satu-persatu periwayat dalam sanad ath Thabari, Ibnu Abi Hatim dan ats Tsa’labi, seperti akan Anda saksikan nanti berikut tanggapan kami.Telah Anda baca sendiri bagaimana Ibnu Taymiah memastikan bahwa hadis itu tidak diriwayatkan oleh seorangpun dari ulama ahli hadis dan buku-buku mereka! Sementara itu hadis ini telah diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya dengan sanad sahih.

Perhatikan hadis riwayat Ahmad di bawah ini:

(1)  Abdullah menyampaikan hadis kepada kami, ia berkata, ayahku (Ahmad) menyampaikan hadis kepada kami, ia berkata, Aswad ibn Âmir menyampaikan hadis kepada kami, ia berkata, Syarîk menyampaikan hadis kepada kami dari al A’masy dari al Manhâl dari Abbâd ibn Abdullah al Asadi dari Ali-ra-, ia berkata, …. (kemudian beliau mengisahkan peristiwa itu).”[4] 

Al Haitsami setelah menyebutkan hadis di atas dalam Majma’ az Zawâid-nya berkomentar:رواهُ أَحْمَدُ، و رجالُهُ ثقاتٌ

“Diriwayatkan oleh Ahmad dan rijâl, para perawinya tsiqah, jujur terpecaya.”[5] 

Hadis ini juga diriwayatkan Imam Ahmad dalam kitab  Fadhâil Ali ibn Abi Thalib: 310 hadis 232 dengan sanad yang sama.Ibnu katsir dalam Tafsirnya juga meriwayatkannya dari berbagai jalur, sebagian darinya sahih.[6]Dan al Hakim juga meriwayatkannya dalam al Mustadrak dan mensahihkannya.[7] 

(2)  Abdullah menyampaikan hadis kepada kami, ia berkata, ayahku (Ahmad) menyampaikan hadis kepada kami, ia berkata, Affân menyampaikan hadis kepada kami, ia berkata, Abu ‘Awanah menyampaikan hadis kepada kami dari Utsman ibn Mughîrah dari Abu Shadiq dari Rabî’ah ibn Nâjidz dari Ali –ra- ia berkata, “Rasulullah saw. mengumpulkan –atau –mengumpulkan bani Abdul Muththalib …. (kemudian beliau mengisahkan peristiwa itu).”[8] 

Sanad hadis di atas juga sahih, an Nasa’i telah meriwayatkannya dalam kitab Khashâish-nya dari jalur Rabî’ah ibn Nâjidz.[9]Ahmad juga meriwayatkannya dalam kitab Fadhail:446 hadis 345.Al Bazâr meriwayatkannya, begitu juga ath Thabarani dalam al Awsath dengan ringkas, dan darinya al Haitsami meriwayatkan dalam Majma’ az Zawâid, kemudian setelahnya ia berkomentar, “Para perawi Ahmad dan salah satu jalur al Bazzâr adalah adalah para perawi (yang diandalkan dalam ) kitab Shahih, kecuali Syarîk, tetapi ia tsiqah.”[10] 

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq, ath Thabari, ath Thahawi, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih, Abu Nu’aim dan adh Dhiyâ’ al Maqdisi… dari mereka semua al Muttaqi al Hindi meriwayatkan dalam Kanz al Ummâl-nya, dan ia mengatakan hadis ini disahihkan ath Thabari… sebagimana  adh Dhiyâ’ al Maqdisi tidak meriwayatkan dalam bukunya al Mukhtârah kecuali hadis sahih. Dan perlu disampaikan di sini, bahwa dalam pandangan Ibnu Taymiah hadis-hadis kitab al Mukhtârah lebih sahih dari kitab Mustadrak-nya al Hakim.[11] 

Pensahihan Para Ulama Ahlusunnah

Seperti telah Anda baca pensahihan para ulama sebagaimana saya sebutkan, di antaranya adalah al Hakim, al Haitsmi dll. Selain mereka banyak ulama lain yang tegas-tegas mensahihkan hadis tersebut, di antara mereka adalah Syihabiddin al Khaffâji ketika ia menyebut mu’jizat-mu’jizat Nabi saw. dalam memperbanyak makanan yang sedikit, ia berkata, “Dan rincian masalah ini termaktub dalam kitab ad Dalâil karya al Baihaqi dan lainnya dengan sanad yang sahih, bahwa ketika turun ayat … .“[12] 

Para Periwayat hadis  tersebut adalah Tsiqât

Dan –sesuai nasehat Ibnu Taymiah-kita perlu melihat langsung kualitas setiap periwayat yang menjadi perantara periwayatan hadis yang sedang dicacat dan dipalsukan Ibnu Taymiah!Dalam usahanya membohongkan hadis di atas, Ibnu Taymiah mulai mencacat beberapa periwayat dalam silsilah, mata rantai sanadnya. Ia berkata:

إِنَّ هذا الحديثَ كِذْبٌ موضوعٌ،

 و لهذا لَمْ يَرْوِهِ أحَدٌ منهُمْ في الكتبِ التي يُرْجَعُ إليهِ في الْمنْقُولاتِ، لأَنَّ أدنى مَنْ لَهُ معرفَةٌ بالحديثِ يعْلَمُ أَنَّ هذا كذبٌ،  قدْ رواهُ ابنُ جرير و البغَوِيْ بِإٍِسنادٍ فيهِ عبدُ الغَفَّارِ بن القاسم بن فَهد أبو مريم الكوفي و هو مُجْمَعٌ على تركِهِ، كذَّبَهُ سماك بن حرب  أبو داود، و قال أحمد: ليس بثِقَةٍ، عامة أحاديقِهِ بواطِلُ. قال يحي بن معين: كان يضعُ الحديثَ. و قال النسائي و أبو حاتم: متروكُ الحديثِ. و قال ابنُ حبان البستي: كان عبد الغفار بن القاسم يشربُ الخمر حتَّى يسكُرَ، و هو مع ذلكَ يُقَلَُّ الأخبار لايجوز الإحتجاجُ به و تركهُ أحمد و يحي. و رواه ابنُ أبي حاتم و في إسنادِهِ عبد الله بن عبد القدوس ،  هو ليس بثقةٍ، قال فيه يحي بن معين: ليس بشيئٍ، رافِضِيٌّ خبيثٌ. و قال النسائي: ليس بثقةٍ. و قال الدارقطني: ضعيفٌ. و إسناد الثعلبي أضعف، لأنَّ فيه مَنْ لا يُعْرَفُ، و فيه الضعفاء و الْمُتَهَمين مَنْ لا يجوز الإحتجاج بمثله في أقلِّ مسئلَةٍ.

“Hadis ini adalah kidzbun mawdhû’, kebohongan yang dipalsukan, oleh karena itu tidak seorangun dari ulama meriwayatkan dalam buku-buku yang menjadi rujukan dalam hal manqûlât (data-data yang dinukil=hadis), sebab sedikit saja orang memiliki pengetahuan tentang hadis pasti mengetahui bahwa ia adalah kebohongan…Ia telah diriwayatkan Ibnu Jarir dan al Baghawi dengan sanad di dalamnya terdapat perawi bernama Abdul Ghaffar ibn al Qasim ibn Fahd al Kufi, ia telah disepakati sebagai perawi matrûk (dibuang=tidak dipakai), Samâk ibn Harb dan Abu Daud menuduhnya berbohong. Ahmad berkata, ‘Ia tidak jujur, rata-rata hadis riwayatnya adalah batil.’ Yahya berkata, ‘Ia tidak bernilai.’ Ibnu al Madîni berkata, ‘Ia sering memalsu hadis.’ An Nasa’i dan Abu Hatim berkata, ‘Ia matrûk hadisnya.’ Ibnu Hibbân berkata, ‘Abdul Ghaffâr ibn Qasim adalah peminum khamer sampai mabok, disamping ia suka membolak-balik hadis, tidak boleh berhujjah dengannya. Ahmad dan Yahya telah meninggalkannya.’Hadis itu juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, dan di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Abdullah ibn Abdu Quddûs. Ia tidak tsiqah. Yahya ibn Ma’in berkata, ‘Ia tidak bernilai sedikitpun, seorang rafidhi jahat.’ An Nasa’i  berkata, ‘Ia tidak tsiqah.’ Dârulquthni berkata, ‘Ia dha’if.’Adapun sanad dalam riwayat ats Tsa’labi ia lebih lemah, sebab di dalamnya tedapat perawi yang majhûl (tidak dikenal) dan parawi-perawi dha’if dan tertuduh yang tidak boleh berhujjah dengan orang sepertinya dalam masalah yang lebih ringan sekalipun.“[13] 

Inilah ulasan panjang lebar Ibnu Taymiah dan hasil jerih payahnya dalam membatalkan hadis tersebut di atas yang sedang kita kaji.

Saya berkata:

Seperti telah Anda simak bersama jalur-jalur sahih yang kami sebutkan sebelumnya dan beberapa jalur lain yang tidak kami sebutkan tidak terdapat di dalamnya dua perawi yang sedang dicacat Ibnu Taymiah, yaitu Abdul Ghaffâr ibn al Qâsim  dan Abdullah ibn Abdul Guddûs. Jadi andai benar jalur yang sadang ia cacat periwayatnya itu cacat, tidak berarti dengan serta merta hadis itu gugur, sebab masih banyak jalur lain yang sahih dan tidak terdapat nama-nama periwayat yang ia cacat!! Jika Ibnu Taymiah bernafsu untuk menggugurkan hadis tersebut ia harus mampu membuktikan cacat setiap periwayat dala jalur-jalur lain! Tentunya itu di luar kuasanya… Jika tetap saja bernafsu pasti tidak akan ada bukti yang dapat ia usung untuk membantunya memuluskan klaimnya itu. Ini pertama.

Kedua, Ucapan Ibnu Taymiah bahwa:

عبدُ الغَفَّارِ بن القاسم بن فَهد أبو مريم الكوفي و هو مُجْمَعٌ على تركِهِ 

Abdul Ghaffar ibn al Qasim ibn Fahd al Kufi, ia telah disepakati sebagai perawi matrûk (dibuang=tidak dipakai) adalah sebuah kebohongan atau kebodohan belaka. Ia tidak beda dengan klaim-klaim palsu ijmâ’ ala Anak Taymiah!! Sebab pada kenyataannya para ulama dan ahli al jarh wa at ta’dîl  Abdul Ghaffar ibn al Qasim ibn Fahd al Kufi tidak pernah bersepakat akan hal itu…

Coba perhatikan apa yang dikatakan Ibnu Hajar berkata:

قال أبو حاتم: ليس بِمتروكٍ، و كان من رؤساءِ الشعيةِ

Abu Hatim berkata, ‘Ia tidak matrûk, ia seoran tokoh Syi’ah.’”

Ibnu Hajar menukil data yang mengatakan bahwa Syu’bah ibn al Hajjâj telah sudi meriwayatkan darinya serta memujinya. Ia berkata, ‘Aku tidak pernah menyaksikan seorang sepertinya.’[14] 

Ibnu ‘Uqdah juga memujinya. Ibnu Adiy berkomentar, “Ia (Ibnu ‘Uqdah) melampaui batas dalam memujinya, sampai-sampai ia berkata, ‘Jika ilmu Abu Maryam tampil pastilah manusia tidak akan butuh kepada ilmunya Syu’bah. Ibnu Adiy berkata, ‘Ibnu ‘Uqdah cenderung kepadanya seperti ini karena ia sangat berlebihan dalam kesyi’ahan.[15] 

Saya berkata, “Dengan alasan yang sama orang bisa berkata bahwa mereka yang mencacat Abdul Ghaffar itu dikarenakan kecendrungannya yang sangat kepada bani Umayyah dan dan semata karena permusuhan mazhab!” Sebab sangat kuat kemungkinan pencacatan mereka yang mencacat itu disebabkan karena Abdul Ghaffar ibn al Qâsim banyak membicarakan kesalah-kesalahn Aisyah dan Utsman! Demikian dilaporkan Ibnu Hajar.[16] 

Sebab kesyi’ahan itu tidak menjadi sebab cacatnya seorang periwayat, seperti telah dibuktikan para ulama  pada tempatnya dalam kajian mereka. (bukan sekarang tempat yang tepat untuk mendiskusikan masalah itu).

Ketiga, Periwayat bernama Abdullah ibn Abdul Quddûs yang dicacat habis-habisan tanpa ampun oleh Ibnu Taymiah itu adalah seorang periwayat yang dipercaya Bukhari menjadi perantara dan sumber hadis dalam kitab Shahihnya dalam Ta’âliq-nya. Ia juga pariwayat yang dipercaya at Turmudzi dalam Sunan-nya, Abu Daud dalam Sunan-nya, dan Ibnu Hibbân telah memasukkannya dalam daftar para periwayat tsiqât (jujur terpercaya).Imam Bukhari berkata tentangnya, “Pada dasarnya, ia shadûq (jujur) hanya saja ia sering meriwayakan dari orang-orang lemah.” Yahya ibn al Mughîrah berkata, “Aku diperintah Jarir untuk menulis hadis darinya (Abduulah ibn Abdul Quddûs).”Ibnu Adiy berkata, “Kebanyakan riwayat yang disampaikan adalah tentang keutamaan Ahlulbait!.”[17] 

Nah, sekarang ketemu ujung benag kusut dalam keributan ini! Ini dia dosa tebesanya!! Kebanyakan riwayat yang disampaikan adalah tentang keutamaan Ahlulbait!. Jadi kucuplah alasan untuk dicacat! Dan cukuplah alasan untuk dituduh ini dan itu!!  Oleh sebab itu Ibnu Hajar dalam Taqrîb-nya mengatakan:

صَدوقٌ رُمِيَ بالرُّفْضِ.

Ia seorang yang shadûq (jujur) yang dituduh rafidi![18] 

Dengan demikian Anda tidak sulit memahami keributan di sekitar dunia tuduh-menuduh dengan kesyi’ahan dan kerafidhian! Semua itu sudah jelas! Dan cara berfikir sektarian dan fanatik buta kemazhaban itu sudah tidak relefan lagi di mata para pengkaji yang mengedepankan obyektifitas. Itu hanya peninggalan masa gelap penuh kedengkian yang disemarakkan para tiran dan penguasa yang manari-menari di atas kebodohan dan pertikaian umat Islam!!

Ibnu Taymiah Berbohong!

Dari semua keterangan di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa hadis ini terdapat dalam buku-buku kaum Muslimin… Jadi  kata-kata Ibnu Taymiah “Sesunguhnya hadis ini tidak terdapat dalam satupun buku kaum Muslimin yang darinya diambil manfaat ilmu penukilan (hadis)…” adalah sebuah kebohongan nyata. Demikian juga kata-katanya, “(hadis itu) tidak seorangun dari ulama meriwayatkan(nya) dalam buku-buku yang menjadi rujukan dalam hal manqûlât (data-data yang dinukil=hadis)..“ adalah edisi baru kebohongan Syeikhul Islam.Hadis tersebut ternyata memiliki banyak jalur dan sanad sahih, tidak sedikit para peneliti hadis Ahlusunnah yang menegaskan kesahihannya… dengan demikian kata-kata Ibnu Taymiah“Hadis ini adalah kidzbun mawdhû’, kebohongan yang dipalsukan, oleh karena itu tidak seorangun dari ulama meriwayatkan dalam buku-buku yang menjadi rujukan dalam hal manqûlât (data-data yang dinukil=hadis), sebab sedikit saja orang memiliki pengetahuan tentang hadis pasti mengetahui bahwa ia adalah kebohongan…” adalahn kebohongan belaka!

Dari sini jelaslah bahwa apa yang diusahakan Ibnu Taymiah untuk membatalkan hadis ini adalah sia-sia bak abu ditiup angina kencang!!  Allah SWT berfirman; “Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti Abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (QS.13;18)Semua yang ia upayakan tidak akan pernah membuahkan hasil, di dunia apalagi di akhirat. Allah SWT berirman: Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.’ (QS.18;103-104)Sedangkan upayanya membatalkan hadis tersebut dengan mengatakan bahwa jumlah keluarga besar bani Abdul Muththalib saat itu tidak mencapai empat puluh, adalah omongan yang tidak mempedulikan keabsahan nash. Demikian dikatakan Ibnu Hajar.Jadi, hadis ini adalah kuat dan sahih dari sisi sanadnya, dan tegas dari sisi kandungan dan pesan yang dimuatnya. Oleh kerana itu banyak usaha dilakukan sebagian orang untuk melemahkan dan bahkan merubah-rubah redaksi riwayatnya agar dapat diplesetkan maknanya.

Demikianlah Anda telah ketahui mutu dan kualitas Ibnu Taymiah…. Bagaimana ketidak-jujurannya dalam menghadapi hadis-hadis sahih yang tidak sejalan dengan hawa nafsunya… bagaimana ia memberlakukan standar ganda dalam menilai nash-nash… dari sini saya mungkin tidak akan menyalahkan apabila ada yang mengatakan bahwa jangan-jangan Ibnu Taymiah itu seorang Alim yang Gila!! Walaupun saya tidak setuju dengan penyematan gelar kehormatan itu, sebab, jika dihukumi gila ia akan bebes dari tanggung jawab omongan dan kesesatannya!!

Yang pasti ia adalah “penyembah Hawa Nafsu’nya sendiri.Ia adalah substansi konkret firman Allah SWT: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS.45;23)

Semoga kita diselamatkan dari kesesatan. Âmîn Ya rabbal Âlamîn.


[1] Baca tafsir  Ath Thabari; Jâmi’ al Bayân ‘an Ta’wîl al Qur’an dan al Baghawi; Ma’âlim at Tanzîl ketika sampai pada tafsiran ayat tersebut.

[2] Sebagai contoh lihat Târîkh Al-Thabari: 2/62-63, Al-Kâmil fi Al-Târîkh: 2/62, Sîrah Al-Halabiah: 1/311, Kanz Al-Ummâl: 15/115, hadis nomer 334, Khashâish Amîr Al-Mukminîn, hal 76, hadis nomer 63 dan Hayât Muhammad, hal 104, cetakan pertama.

[3] Minhâj as Sunnah,4/81.

[4] Musnad,1/1159.

[5] Majma’ az Zawâid,8/302.

[6] Tafsir Ibnu katsir,3/349.

[7] Al Mustadrak,3/129.

[8] Musnad,1/111.

[9] Khashâish:64, hadis 62 , terbt . Dâr al Bâz, Makkah-Arab Saudi.

[10] Majma’ az Zawâid,8/302.

[11] Lebih lanjut baca Kanz al Ummal,13/131-132.

[12] Nasîm ar Riyâdh-Syarh Syifâ ‘Iyâdh,3/35.

[13] Minhâj as Sunnah,4/81.

[14] Ta’jîl al Manfa’ah:297.

[15] Al Kâmil,7/18.

[16] Ta’jîl al Manfa’ah:297.

[17] Tahdzîb at Tahdzîb,5/265.

[18] Taqrîb at Tahdzîb,1/430.


23 Komentar

  1. Badari berkata:

    Saya kutip dari tulisan di atas:”….bhw jumlah keluarga besar bani Abdul-Muththalib saat itu tdk mencapai 40, adalah omongan yg tidak memedulikan keabsahan nash….Jadi, hadis ini adalah kuat & sahih dari sisi sanadnya, dan tegas dari sisi kandungan dan pesan yang dimuatnya.”

    Apakah Penulis bisa membuktikan/menunjukkan data bhw jumlah keluarga besar bani Abdul-Muthalib sudah mencapai 40 ketika peristiwa Al-Indzar tsb?

    Salam ‘alaikum.

    *****************
    -Jawaban Kami-

    Salam pak badari.
    Menolak nash (hadis shahih) dengan alasan-alasan seperti itu yang tidak dibenarkan para ulama hadis!
    pak anda bisa dengan mudah menghitung berapa anggota keturunan bani Abdul Muththalib saat itu, berapa putra beliau, berapa cucu beliau, pasti tidaklah sulit menunjukkan jumlah seperti itu.
    Penolakan seperti itu kan hanya akal-akalannya Ibnu Taymiah!

  2. adji berkata:

    gile bener ni orang, semua tentang Imam Ali Amirul Mu’minin pasti dia salahin. Mohon bisa dimuat biografi ini orang yang mengklaim dirinya sebagai syaikhul wahabi( gelar syaikhul islam gak pas)Aku pengin tahu apa ada hubungan antara nama Taymiyah dengan bani Taim itu.Atau tolong sebut judul buku yang bisa aku baca tentang orang ini.

    *****************
    -Jawaban Kami-

    baca aja buku “Ibnu taimiyah, Hayatuhu wa Aqaiduhu” karya Shaib Abdul Hamid.

  3. Mantan Salafi berkata:

    Salam semua…..
    kalau imamnya aja doyan berbohong yang nggak aneh kalau para pemujanya juga doyang berbohong atas nama para ulama.
    Nggak salah tuh, memang setiap orang pasti meniru idolanya, kalau idolanya tukan bohong ya pasti dia juga suka bohong….

  4. Dody Kurniawan berkata:

    wallahu’alam tentang keadaan Ibnu Taimiyah yang sebenarnya,..semua kajian di atas perlu diteliti lagi…yang pasti saya mengimani kewajiban untuk mengikuti salafusholeh adalah karena banyak dalil baik dari Al qur’an maupun Sunnah…seperti hadits shohih…’alaikum bissunnati wasunnati khulafaurrasyidinalmahdiyyin…dan hadits shohih lain ‘khoirul quruni qorni…’ saya yakin kalo rasulullah bersabda demikian hal itu adalah suatu kebenaran karena rasulullah tidak berkata dari hawa nafsunya sendiri…dan saya yakin Allah pasti menciptakan para ulama dan orang2 di antara umat Islam yang bisa menjaga dinnya dengan keteladanan para shalafus sholeh….setahu saya Ibnu Taimiyah adalah ulama yang baik, kalau mungkin ada kesalahannya itu adalah hal yang wajar sebagai manusia biasa…sekali lagi kajian di atas perlu diteliti lagi, dan secara ilmu jarhu wa ta’dil tidak ada ulama Islam yang mencap beliau sebagai tukang bohong sehingga tidak bisa diterima periwayatannya…wallahua’lam..hanya kepada Allah kita semua memohon petunjukNya…

    ******************
    -Jawaban Kami-

    Assalamu alaikum mas Dody

    semoga kita semu selalu dalam lindungan Allah.
    Memang hal yang wajar apabila seorang ulama terjatuh dalam kesalahan, tetapi adalah tidak benar apabila ada seorang ulama yang menipu kaum awam atau pembaca/pendengarnya, dengan mengatasnamakan para ulama sementara para ulama tidak seperti yang ia katakan. Itu yang sering kami temukan dari Ibnu Taymiah sehingga kami terpanggil untuk menjelaskannya secara rinci kepada umat agar tidak tertipu dengan penyimpangan-penyimpangannya.

    Masalah keyakinan saudara akan:-

    kewajiban untuk mengikuti salafusholeh adalah karena banyak dalil baik dari Al qur’an maupun Sunnah…seperti hadits shohih…’alaikum bissunnati wasunnati khulafaurrasyidinalmahdiyyin…dan hadits shohih lain ‘khoirul quruni qorni…’

    sepenuhnya adalah hak privasi saudara, tetapi semua itu harus ditegakan di atas dilil-dalil yang shahih! dan saudara harus mampu membuktikannya, kalau saudara termasuk ahlinya. Sebab bisa jadi hadis yang saudara sebutkan itu adalah lemah atau bahkan palsu, sementara saudara mengangganya shahih dan memastikan bahwa Nabi saw. telah mensabdakannya!

    Dapatkah saudra membuktikan kedua hadis itu shahih, agar keberagamaan saudara benar-benar di atas pondasi yang kokoh, bukan di atas kerapuhan? Kalau saudara berkenan kami siap mendiskusikan masalah ini sampai tuntas, dan menjadi jelas bahwa hadis itu shahih atau palsu!

    Gimana tawaran ini, apa saudara berkanan?
    kami tunggun jawaban saudara. Terima kasih dan mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan.

  5. fnurzaman berkata:

    Assalamualaikum,

    Mas Zainal, dan saudara muslim yang mulia.

    Dalam hal ini perlu kita mengkedepankan adab dan etika ketika kepada alim ulama.

    Kita ini orang bodoh dan jahil tidak pantas mengkritisi apalagi menghina alim ulama. Karena kita hidup dizaman yang berbeda dengan beliau (baca: alim ulama terdahulu) yang notabene mereka hidup dizaman yang fitnahnya tidak sebesar fitnah zaman kita ini.

    Perlu kita sampaikan kebaikan-kebaikan alim ulama sehingga muncul dan tampak kebaikan alim ulama tersebut sehingga kebaikannya akan datang kepada diri kita sendiri.

    Perlu kita pahami bagaimana sifat sahabat, memuliakan saudara muslim. Mereka yang dijamin oleh Allah kejayaan dunia dan akherat saja sangat menjaga adab dan etika kepada saudara muslim, lah kita ini gak ada jaminan apa2 sudah berbangga diri bahwa kita adalah seorang muslim yang terbaik.

    Untuk saudara-saudara yang membaca komentar saya, mari kita sama2 belajar untuk memuliakan saudara muslim, walaupun saudara kita itu penuh dosa dan khilaf, karena mungkin saja itu salah kita sendiri.

    Mohon maaf, apabila ada kesalahan. Bukan maksud apa2 ini hanya kerisauan saya melihat fenomena yang terjadi akhir2 ini.
    Sama-sama kita perbaiki diri kita, dengan meluangkan waktu dan harta kita untuk meluangkan dalam rangka memperbaiki diri kita.

    Semoga menjadi pencerahan,
    Fahrul Nurzaman

    *****************
    -Jawaban Kami-

    Assalamualaikum pak Fauzan

    Terima kasih atas masukan dan nasihatnya.
    Kesalahan saudara sesama muslim harus diusahakan dicarikan uzur dan di beri maaf. itu sangat islami. tapi juga nahi mungkar juga harus ditegakkan, termasuk membongkar kepalsuan dan penyimpangan yang bisa saja membahayakan kemurnian agama.

  6. Dody Kurniawan berkata:

    Assalamu’alaikum…sekali lagi banyak dalilnya tentang kewajiban mengikuti salafussholeh…baik dari al qur’an dan sunnah…dua hadits yang saya sampaikan di atas adalah hadits shohih insyaallah taksampaikan secara komplit…saya memang bukan ahli hadits tetapi saya mendapatkan hadits itu adalah dari kitab-kitab hadits juga dari orang-orang yang merawikannya yang insyaallah sepanjangan pengetahuan saya bisa dipercaya baik kejujurannya atau keahliannya..gitu mas…bicara dengan dalil aqli atau logika suatu hal yang sangat masuk akal kalo kita wajib mengikuti salafussholeh…para shahabat adalah orang yang tiap hari bersama rasulullah, digembleng langsung oleh beliau, merekalah yang menjadi saksi langsung turunnya ayat al qur’an…dan merekalah orang yang pertama kali meriwayatkan segala perkataan rasulullah…para ulama ahlussunah (saya katakan ahlussunah) sendiri semuanya sepakat akan kredibilitas dan ketsiqohan para shahabat…karena dibacking oleh banyak dalil…kita pikir dengan logika terbalik aja apa mungkin orang yang tiap hari dibimbing langsung, digembleng, hidup bersama rasulullah tidak mengetahui agama ini?…apa mungkin rasulullah menyampaikan ajaran agama ini tanpa pemahaman dan penjelasannya…kalau Allah menurunkan suatu agama dan seorang rasul pastilah Allah menciptakan orang-orang yang mewarisi ajaran rasul tersebut yang bisa dipercaya kredibilitasnya…suatu hal tidak masuk akal bila Allah menurunkan suatu agama tanpa para pewaris yang bisa dipercaya…

    ******************
    -Jawaban Kami-

    Salamun alaikum.
    Mau tanya aja, apa di antara sahabat Nabi saw itu ada yang munafik?

  7. Dody Kurniawan berkata:

    الحمد لله….. بسم الله الحمن الحيم
    Alhamdulillah..bismillahirrahmanirrahim…demi sebuah kebenaran saya bersenang hati untuk menanggapi ajakan saudara untuk mendiskusikan permasalahan Ibnu Taimiyah dan juga soal lainnya seperti kewajiban untuk mengikuti salafusholeh…saya akan mencoba berdiskusi semampu saya, karena saya sendiri bukan seorang ulama, ustadz juga nggak…saya cuma orang biasa orang awam, tapi hal itu bukan menghalangi saya untuk mencari kebenaran dan menguji semua hujjah saudara….dan saya akan berusaha berdiskusi dengan sebaik-baiknya, saya orangnya senang berdiskusi kok dan selama ini saya juga sering berdiskusi dengan siapa saja, dari kelompok Islam manapun, baik NU, Muhammadiyah, Salafi, Hizbuttahrir, PKS, Jama’ah Tablig, LDII, Syiah bahkan orang non muslim seperti Nasrani atau para atheis sekalipun. Karena saya yakin kebenaran itu ibarat mutiara, walaupun berada di puncak gunung di dalam lautan niscaya akan bersinar juga, dan akan mengalahkan semua isme-isme, kesesatan dan kedzoliman.
    Tetapi sebelum berdiskusi saya akan mengajukan beberapa persyaratan kepada saudara :
    1. Saya minta agar kita berdiskusi dengan sopan dan santai aja, nggak usah emosional dan suuzhon…
    2. Setiap pertanyaan yang diajukan hendaknya dijawab dengan hujjah dan argumentasi, kalau dirasa perlu boleh mencantumkan sumber biar valid. Dan kalau ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab, hendaknya diam aja atau memberi keterangan bahwa pertanyaan itu akan dijawab lain waktu.
    3. Saya akan berdiskusi dengan beberapa materi yang akan saya siapkan, mulai dari yang mendasar aja sampai ke inti permasalahan.
    4. Dan sebelum memulai diskusi saya mohon agar kita saling membuka diri dengan kejujuran, tentang riwayat kita, biografi kita, agar kita bisa saling paham dengan lawan diskusi, posisi lawan diskusi, agar tidak salah paham….
    5. Diskusi ini bisa dilakukan dalam blog milik saudara ini, cuma sayangnya ukuran kolom komentarnya terlalu kecil, he,,he,,,jadi susah dong kalau mau mencantumkan tulisan yang banyak. Sebenarnya bisa aja lewat email, tapi lewat blog ini juga nggak apa-apa lah, biar semua orang bisa mengikuti dan tahu.
    Okeylah itu persyaratan saya kalau anda bersedia marilah kita mulai diskusi ini, gimana mas…monggo saya tunggu jawaban saudara…

    *****************
    -Jawaban Kami-

    Salamun Alaikum.
    Sejak semula blog ini terbuka untuk diskusi dengan siapa saja, asal berdasar… bukan sekedar omelan atau tanpa dalil yang ilmian. Kami siap diskusi disini -insyaAllah- demi mencari titik temu dan kebenaran. Semoga taufiq Allah selalu menyertai kita semua.

  8. Dody Kurniawan berkata:

    Assalamu’alaikum…Semoga taufiq Allah selalu menyertai kita semua…marilah kita berdiskusi akhi….tapi gimana dengan persyaratan diskusi yang saya ajukan..?

    ********************
    -Jawaban Kami-

    Langsung aja mas, jangan berbelit-belit.

  9. almirza berkata:

    @Dody
    Kalau boleh saya juga mau ikutan

  10. anwar berkata:

    Bismillah.

    Tidaklah bercampur kebenaran dan kebatilan, katakanlah “telah datang kebenaran dan musnahlah kebatilan, sesungguhnya kebatilan akan benar-benar musnah”.

    tidak akan besar Islam jika hanya berperang melawan sesamanya.

  11. Bayu Sapta Hari berkata:

    Dear Mas pemilik blog ini,

    Salam kenal sebelumnya. Saya baru aja membaca blog ini. Saya cukup kaget dengan isi blog ini yang bertolak belakang dengan apa yang selama ini saya pahami. Tapi walau bagaimana pun ini cuma sebuah blog yang bisa dibuat oleh siapa saja untuk keperluan apa saja. Saya tidak setuju dengan isi blog ini yang memojokkan salah satu ulama yang dihormati (di Indonesia). Tapi saya tidak menyalahkan anda pemilik blog ini karena siapa pun boleh menulis apa saja melalui blog. Saya juga pengen tau kenapa anda pemilik blog ini tidak memperlihatkan jati diri anda yang bisa menunjukkan siapa diri anda supaya lebih objektif dan gentle. Jangan bersembunyi di balik kata-kata saja. dengan memperlihatkan jati diri kita orang akan bisa menghargai diri kita.

    Bayu

    Kami menjawab:

    انظر ما قال ولا تنظر مَن قال

    masalah dia dihoemati, bukan ukuran…. Abdullah bin Ubay bin Salul (gembong kaum munafik) juga dihormati di kalangan pengkiutnya. Apa Anda ragu?
    Mirza Ghulam Ahmad (Si india yang ngaku jadi, masih jadi nabi) juga dihormati di Indonesia di kalangan pengikutnya! Bukankah begitu sobat?!

  12. aburahat berkata:

    @Doddy dan Zainal
    Saya juga dan mau kalah dr almirza ikut yoo. Saya sangat diskusi ilmiah dg dasr nash Alqur’an dan Hadis yang diakui shahih oleh Jumhur. dan jgn pakai menurut saya tanpa dasr

  13. budi marta berkata:

    saya yakin dan seyakin yakinnya bahwa anda yg telah kehilangan akal sehat,, bukan ibnu taymiyyah..anda harus segera ke rumah sakit jiwa

  14. Oezie berkata:

    Salam kenal bua pemilik blog ini…
    Saya sangat setuju jika kebohongan diunkap dan kebenaran ditegakan.
    Diskusinya dah mulai belum nech… koq belum ada, saya sangat menantikan sekali…Agar semua tahu mana yang harus diikuti……

  15. aburahat berkata:

    Para pengecut dan bodoh mana berani berdiskusi. Yg mereka tau hanya memaki, fitnah mencaci, dan mencari-cari kesalahan orang. Atau mereka tdk tau apa itu diskusi sesdh tau tdk berani lagi krn tdk punya agrumen yg kuat. Sia2 kt menunggu mereka yg menantang diskusi diblog ini

  16. Joko berkata:

    sudah lah….aburahat (bapak istirahat)…..

  17. Bathosai berkata:

    ahh….. blog ini kan cuman mengcopy paste tulisan orang lain. ga perlu dibahas pa lagi emosi 🙂

    Kami Menjawab:
    Bilang aja dengan jujur kalau tidak mampu menjawab!

  18. Alibaba berkata:

    Aku tahu tentang sejarah semua sanad Ibnu tai miyah yang kushohihkan se-shohih-shohih-nya” Ibnu tai miyah waktu kecil sering dijitak ama anak-anak syi’ah. Pulang nangis, memble merusak semua isi rumah kakeknya. Padahal die tu sering dipuji ama orang-orang tua waktu itu. pinter, jenius, kalo sekarang ya setara Einstien lah. Sukar dicari bandingnya. Makanya dendam masa kecilnya diungkapkan pada pembantu-2nya. Juru masak, tukang kebon, sampai pedagang di pasar-pasar. Jadi banyak pengikutnya dan siap jadi partai besar kelak di kemudian hari”. Dalil ini shohih dan sangat shohih semua ahli sejarah islam menguatkannya, aku juga 100% jujur. Bukan munafik.

  19. Al Askari berkata:

    “—————–
    dicarikan uzur dan di beri maaf. itu sangat islami. tapi juga nahi mungkar juga harus ditegakkan, termasuk membongkar kepalsuan dan penyimpangan yang bisa saja membahayakan kemurnian agama. ————————”


    I very agree …..
    God bless you …………………
    continue the great friend
    still a lot we have to study and correct ……….
    ………greeting……..

  20. Gojlak berkata:

    He he… Trik “menggati object” ; sebuah kebohongan yang disajikan dengan baik oleh blog ini.

    (jangan disensor postingnya ya)

  21. subhan berkata:

    mana nih diskusinya kok nggak dimulai aja…
    orang-2 wahabi masih cari-2 buku atau sumber dari ustadnya.
    ngaku aja wahabi klo lo pada sesat.
    fitnah dari najed….

  22. zaky berkata:

    lupa kali yaaa?….

  23. ajimumpung berkata:

    Saya sih tidak kaget dengan Ibnu Taimiyah… seakan dia itu diciptakan Allah untuk menabur kesesatan dan syubhat rakhishah!
    banyak memang sunnah yang ditolak Ibnu Taimiyah, lantara tidak cocok dengan nafsunya….
    mudah2an Allah menyelamatkan kita semua dari hawa nafsu menyesetkan….

Tinggalkan komentar

Negara Tamu